Status Tanah ‘Ganda’ Hambat Pembuatan SHGB, PT AMD Datangi BPKAD Bali

(Baliekbis.com), PT Agung Manara Development (AMD) yang bergerak dalam bidang Real Estat minta pihak BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Bali untuk memberikan kepastian informasi bidang tanah seluas 2,12 hektar yang telah dibeli sesuai dengan Akta Pelepasan Tanah.

Saat ini PT AMD sedang mengajukan pensertifikatan untuk SHGB agar bisa melakukan pembangunan di lokasi tanah yang terletak di Jalan Bulakan Sari, Lingkungan Banjar Mumbul, Desa Benoa, Kecamatan Kuta Selatan Badung yang tercatat pada klasiran persil dn 56 Benoa 132, Kuta Selatan, Badung.

“Namun dalam proses tersebut kami menghadapi kendala dari pihak Lurah Benoa I Wayan Karang Subawa, S.Pd.,MAP yang minta kejelasan status tanah apakah masuk aset inventaris Pemprov Bali atau tidak. Saya heran sepertinya Lurah kurang memahami hal ini,” ujar Komisaris PT AMD Dr. A.A. Ngurah Manik Danendra,M.H., MKn. didampingi Direktur Violita Tedjakusuma saat pertemuan dengan BPKAD Bali, Selasa (14/1) di Kantor BPKAD Bali.

Agung Danendra yang juga Direktur AMD Law Firm ini mengutarakan sebelumnya pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kantor Kehutanan Provinsi Bali dan BPN Badung, yang telah menyetujui untuk melanjutkan SHGB bidang tanah tersebut.

“Namun Lurah Benoa, Kuta Selatan Badung menyampaikan agar ada kejelasan status tanah apakah masuk ke aset inventaris Pemprov Bali atau tidak. Karena itu kami ke BPKAD untuk bisa diberikan informasi data tanah yang sudah kami beli tersebut. Apakah bidang tanah tersebut masuk dalam aset inventarisasi Pemprov Bali atau tidak,” jelas Agung Manik Danendra yang juga notaris ini.

Agung Danendra (kiri) bersama Made Arbawa (Kabur Pengelolaan Barang Milik Daerah).

Direktur PT AMD Violita mengatakan tanah yang dibeli itu bukan milik kehutanan. Pihaknya juga sudah ke BPN katanya bisa dilanjutkan prosesnya. Namun terkendala dari pihak kelurahan sehingga pihaknya tidak bisa melakukan pengembangan lebih lanjut.

“Kami pasti tidak gegabah membeli tanah itu karena sebelumnya sudah cek ke instansi terkait, sudah diukur termasuk SPPT sudah jalan. Bahkan BPN beri pernyataan tanah itu bukan aset Pemprov,” tegas Agung Danendra.

“Saya heran sama Lurah Benoa mestinya punya data. Lurah bahkan bersurat ke BPKAD. Ini seperti lempar batu sembunyi tangan. Jangan kami dijegal,” tambahnya. Atas kejadian tersebut pihak AMD mengaku merasa dirugikan dan akan mengambil tindakan (hukum) bila masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan baik.

Agung Danendra menjelaskan yang disebut memiliki aset itu mestinya sudah bersertifikat. Ini kan belum, terus diklaim itu adalah aset. Kalau memang ada kejelasan itu adalah aset pemprov, terus pengelolaannya bagaimana? Kalau masyarakat mendengar, melihat hal seperti ini, bagaimana ini tertib administrasinya.

Aset-aset mungkin masih milik adat, milik masyarakat atau milik kelompok masyarakat yang diklaim. “Pemprov nggak bisa miliki tanah. Dia kan hanya menguasai tanah. Yang memiliki kan warga, kelompok masyarakat,” jelas Agung Danendra.

Sementara itu pihak BPKAD Bali yang diwakili Made Arbawa selaku Kabid Pengelolaan Barang Milik Daerah menjelaskan Pemprov memiliki Perda No. 7 Tahun 2018 tentang penguasaan tanah milik Pemerintah Provinsi Bali.Di perda itu disebutkan ada tanah-tanah bukti yang terdiri dari sawah negara (sn), daratan negara (dn) dan sawah jabatan (sdj).

Terkait kemudian muncul 2 dn yang sama ini, dimana dalam catatan BPKAD aset di dn 56 itu luasnya 2,8 ha sedangkan tanah yang dibeli PT AMD itu juga dn 56 dengan luas 1,12 hektar. “Nah ini yang kita tidak tahu. Seperti yang saya sampaikan, sumber data kita sama. Kita punya buku dasar tanahnya, yang ditunjuk editor, data pengarah pun kita ada. Mudah-mudahan lokasinya berbeda,” ujar Arbawa.

Kalau lokasinya sama, tambahnya cuma 2 hal yang bisa dilakukan sebagai dasar untuk menghapus aset. “Pertama karena perintah pengadilan dalam artian kita kalah maka akan dihapus dari inventaris. Yang kedua kalau perintah undang-undang itu juga memang harus kita hapus dari aset,” jelasnya.

Arbawa mengakui tanah terkait sama-sama belum bersertifikat. Ia menjelaskan dari sekitar 5 ribu bidang tanah (aset) Pemprov masih ada 606 tanah yang belum sertifikat. Salah satunya yang dn 56 ini.

Diakui memang ada tanah-tanah terutama aset tanah yang diperkarakan. “Ya mau tidak mau harus dihadapi dengan Tim hukum. Setiap masalah hukum kan Biro Hukum yang akan menangani. Seperti yang saya sampaikan, kami akan menghapus aset itu apabila ada keputusan pengadilan bersifat tetap dan perintah undang-undang,” tegas Arbawa. (bas)

Leave a Reply

Berikan Komentar