Suryak Enggung, Penampilan Ritme Alam Baleganjur Duta Denpasar
(Baliekbis.com), Enerjik dalam rangkaian tabuh Baleganjur sebagai tampilan seni tabuh yang ditampilkan anak muda Bali pada ajang Parade Baleganjur Remaja Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-39. Bertempat di panggung terbuka Ardha Candra Art Centre, Denpasar pada Minggu (25/6) mementaskan lima duta Baleganjur Remaja tingkat Kabupaten Kota Se-Bali. Duta Baleganjur Remaja Kota Denpasar menampilkan ritme alam dalam tema garapan Suryak Enggung. Disamping berbagai pagelaran seni yang mendapat perhatian pengunjung, penampilan Baleganjur juga mendapat perhatian lebih masyarakat. Antusias pengunjung membludak menampilkan atraksi enerjik para anak muda diatas karpet merah Panggung Ardha Candra. Masing- masing Duta Baleganjur dari lima kabupaten kota se-bali ini tampil memikat dengan menampilkan garapan yang mengangkat potensi serta ciri khas daerahnya masing- masing.
Kota Denpasar tahun ini diwakili Sekaa Baleganjur Giri Praja Pasupati, Banjar Gunung, Desa Penatih, Dangin Puri, membuka pagelaran malam itu dengan garapan berjudul Suryak Enggung. I Nyoman Sukiarta, koordinator pementasan Duta Kota Denpasar mengatakan Suryak Enggung merupakan gambaran suasana alam yang kian jarang dijumpai di era modern ini. Suryak artinya bersorak dan Enggung adalah Kodok. Jadi Suryak Enggung merupakan riuh suara kodok yang girang karena turunnya hujan sebagai sumber kehidupan. Garapan tabuh kreasi Baleganjur ini tetap menggunakan pakem gambelan Baleganjur yang terdiri dari dua buah kendang lanang, wadon, empat buah reong, dua Ponggang, delapan buah cengceng, satu buah kajar, satu buah kempli, kempur, satu pasang gong, dan bende. “Rintik hujan, aliran sungai, gemericik danau, deburan ombak, disertai suara enggung bertalu- talu memunculkan bunyi ritme alami yang kami jadikan inspirasi mewujudkan komposisi Balaganjur kreasi ini” ujarnya.
Setelah penampilan Duta Kota Denpasar, Parade Baleganjur Remaja PKB Ke-39 Tahun 2017 kemudian dilanjutkan penampilan Duta Kabupaten Gianyar yang diwakili Komunitas Seni Bala Gita Santi membawakan garapan berjudul Ranubang yang menceritakan keraguan akan suatu anugerah air suci. Melalui Bisama akhirnya diketahui air suci itu merupakan anugera Tuhan yang hingga kini digunakan sebagai Tirta Pemuput Upacara Panca Yadnya. Dilanjutkan kemudian dengan penampilan Duta Kabupaten Buleleng diwakili Sanggar Seni Sundaram Desa Pakraman Padangkeling Buleleng menampilkan garapan berjudul Teja (Telaga Waja) menceritakan sumber air atau Tibuan. Tibuan ini disucikan didesa Padangkeling dimana merupakan tempat pemandian para bidadari, disusul penampilan Duta Kabupaten Jembrana diwakili Sanggar Gita Santhi dengan garapan berjudul Bandang mengisahkan tentang fenomena alam banjir bandang yang timbul akibat ulah manusia yang tidak menjaga lingkungan. (esa)