Tampilkan Perupa dari Malaysia, Art Xchange Gallery Gelar Pameran Lukisan dan Event “Table Talk: Food, Our Universal Language”
Makan di meja bundar akan menyatukan keluarga sekaligus mendekatkan orang. Kata “kesatuan” dalam bahasa Cina memiliki pengucapan yang mirip dengan kata “bulat” atau “lingkaran”. Meja bundar akan menyatukan keluarga serta membawa orang lebih dekat. Negosiasi antara mitra bisnis dan jamuan negara untuk menyambut presiden dari negara lain, semua bisa terjadi di meja bundar yang sama. Ini adalah tempat di mana jutaan cerita unik telah dibagikan.
(Baliekbis.com), Art Xchange Gallery yang berlokasi di Kopi Bali House Sanur Bali kembali akan menggelar pameran lukisan mulai tanggal 25-30 Juni 2022 dengan menghadirkan perupa internasional Marisa R Ng dari Malaysia.
Selain memamerkan 16 lukisan bundar berukuran besar, Marisa juga akan membuat event “Table Talk: Food, Our Universal Language” dimana dia akan menyajikan menu masakan multikultural karyanya bersama Chef Gabriel Pandanbuana dan Head Barista Juan Kenneth Wijaya. Demikian terungkap dalam jumpa pers, Senin (20/6) di Kopi Bali House Sanur. Jumpa pers yang dipandu Rofiqi Hasan dihadiri langsung Marisa R Ng dan Direktur Galeri, Benny Oentoro,B.A.
“Tempat duduk untuk ‘Table Talk: Food, Our Universal Language” terbatas maksimal untuk 12 orang semalam dan makanan akan disajikan di salah satu karya seni Marisa, tepat di tengah meja bundar berdiameter 2 meter,” ungkap Direktur Galeri, Benny Oentoro,B.A.
Pengalaman interaksi seni sembari bersantap ini diharapkan dapat menghubungkan orang-orang dalam mengeksplorasi dan berbagi, serta mempelajari kebudayaan. “Makanan adalah suatu cara dalam menyatukan negara dan budaya yang berbeda-beda. Dari meja bundar ini pembicaraan akan menghasilkan suara bulat, sebuah kesepakatan,” tambah Marisa yang sudah berpameran ke sejumlah negara termasuk terakhir di Korea sebelum memilih ke Bali yang dia nilai sangat kental seni dan budayanya.
Benny Oentoro,B.A. menyatakan akhir-akhir ini dunia sedang kacau dilanda oleh intoleransi akibat rasisme dan agama. Demokrasi seperti yang kita kenal itu semua adalah hal-hal dari masa lalu. Sebagian besar negara tanpa menyadarinya, telah membiarkan segregasi rasial antara kelompok yang berbeda berkembang. Kebebasan dan kesetaraan sudah hilang,” ungkapnya.
Pada tahun 2013, sebuah gerakan bernama Black Lives Matter dimulai. Ini berusaha untuk menyoroti rasisme, diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami oleh orang kulit hitam. Meskipun benar, ini tidak hanya berlaku untuk orang kulit hitam. Di seluruh dunia, minoritas baik itu ras, budaya atau agama menderita pelecehan dan intoleransi.
”Kita perlu introspeksi diri bahwa dunia ini terdiri dari ras, budaya, dan agama yang berbeda. Bhinnaka Tinggal Ika, berbeda-beda tapi satu. Hanya ketika kita bersatu, saling menghormati inti dan nilai-nilai lain, kita dapat mulai hidup dalam harmoni,” tambahnya.
Dikatakan Art Xchange Gallery dengan senang hati menyelenggarakan pameran tunggal oleh Marisa R Ng, berjudul Table Talk: “Food Our Universal Language”. Pameran Table Talk akan membuka dialog tentang perbedaan warisan, ras, budaya dan tradisi.
Adapun Marisa adalah seniman abstrak ekspresionis Malaysia, memiliki latar belakang budaya campuran, ayah Tionghoa dan ibu Melayu. Dia sangat akrab dengan budaya dan tradisi Melayu dan Cina.
Pameran Table Talk: Food Our Universal Language, menurut Benny sangat relevan untuk ditampilkan di Indonesia, karena masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai ras, suku, budaya dan tradisi.
Tantangannya adalah bagaimana menjaga persatuan di antara ras multikultural yang begitu luas, dengan saling menghormati budaya dan latar belakang yang berbeda. “Jangan sampai kita melupakan semboyan nasional kita Bhinneka Tunggal Ika yang berarti Kesatuan dalam Keragaman.
Marisa percaya bahwa makanan adalah bahasa universal kita. Menurutnya berbagi makanan bersama tanpa memandang ras dan status di meja bundar tetap menjadi simbol sejati toleransi, kepedulian, cinta dan rasa hormat tidak hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk komunitas kita, bangsa kita dan dunia,” jelasnya.
Rangkaian lukisan “Table Talk” bertujuan untuk membuka dialog tentang warisan, ras, budaya, dan tradisi kita. Ini tentang bagaimana kita hidup dan bagaimana generasi mendatang juga.
Marisa menceritakan ayahnya orang Cina dan ibunya orang Melayu. Ia dibesarkan oleh pihak Tionghoa dalam komunitas Melayu. “Tetangga saya mayoritas Melayu. Saya bangga mengatakan bahwa saya dibesarkan di Malaysia, negara multi-budaya. Berasal dari keluarga besar, pengalaman masa kecil saya pergi ke restoran Cina untuk makan malam bersama keluarga besar kami dan makan di meja bundar. Kami selalu mengadakan makan malam keluarga di meja bundar di rumah,” ujarnya.
Sebuah keluarga yang makan bersama tetap bersama, dan karena kami hanya memiliki 1 meja makan bundar, keluarga berkumpul di sana. Di sana, kami berbagi makanan, cerita, dan menciptakan kenangan indah yang akan bertahan seumur hidup. Ini disebut tradisi.
Orang Cina selalu menekankan persatuan dalam budaya mereka. Kata “kesatuan” memiliki pengucapan yang mirip dengan kata “bulat” atau “lingkaran”. Lingkaran juga melambangkan pemenuhan, kesatuan dan kesempurnaan. Keluarga besar selalu menjadi simbol kekuatan, kekayaan, dan kekuasaan di Tiongkok kuno dan ideologi ini masih berlaku sampai sekarang.
Jadi pada dasarnya, agar semua orang dapat duduk di meja sehingga mereka dapat berbicara satu sama lain secara bersamaan, meja bundar adalah suatu keharusan.
Orang Asia suka memiliki banyak hidangan di atas meja dan saat makan bersama. Ini berarti bahwa meja bundar adalah opsi yang terbaik untuk penyajian hidangan dalam jumlah besar dan semuanya dapat dijangkau oleh semua orang.
Meja makan di masyarakat Asia biasanya berbentuk bulat bukan meja panjang. Ada dua alasan untuk ini. Pertama-tama, meja bundar membuat orang lebih dekat. Orang dapat berbicara tatap muka dengan mudah di sekitar meja tanpa saling berteriak.
Kedua, “bulat” dalam bahasa Cina adalah 圆 (yuán) dan kata Cina untuk “reuni” adalah 团圆 (tuányuán). Oleh karena itu, bentuk bulat melambangkan “berkumpulnya keluarga” dalam komunitas Tionghoa. Kita semua memiliki meja seperti ini di rumah kita. Itu adalah simbol persatuan kita dengan keluarga kita, mewakili perasaan dan keterikatan kita dengan keluarga kita.
Meja bundar relevan, praktis dan simbolis dalam budaya di seluruh dunia. Hampir semuanya bisa diselesaikan di meja bundar. Meja bundar adalah tempat perayaan berlangsung. Di mana sumpah pernikahan diumumkan di antara pasangan yang saling mencintai. (bas)