Tanpa Pasokan Baru, 2019 Bali Terancam Krisis Listrik
(Baliekbis.com), Pasokan listrik di Bali ke depan perlu ditingkatkan untuk 6mengantisipasi perkembangan pembangunan dan kebutuhan masyarakat. “Kalau tak bangun tambahan pasokan listrik artinya tetap seperti apa yang ada sekarang, maka tahun 2019 kondisi listrik di Bali akan tak aman lagi,” ujar General Manager PLN Distribusi Bali Nyoman S. Astawa saat media briefing di Kubu Kopi, Selasa (23/1).
Media briefing yang dihadiri General Manajer PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Timur dan Bali I, Djarot Hutabri EBS dan Pengamat Energi, Executive Director IESR Fabby Tumiwa itu sekaligus mencari masukan dan arahan terkait rencana pengembangan listrik sebesar 500 kv melalui JBC (Jawa Bali Crossing) yang hingga kini masih belum bisa berjalan karena adanya penolakan dari komponen masyarakat. Penolakan itu seputar jarak dan tinggi tower yang dinilai terlalu tinggi dan dekat dengan pura. Menurut Astawa saat ini memang listrik masih aman. Tapi aman itu kalau di sistem besar, minimal punya cadangan 30 persen dan kalau di sistem kecil punya cadangan dua pembangkit terbesar. “Jadi kalau satu pembangkit sedang pemeliharaan, dan satunya lagi tiba-tiba ada gangguan maka tak sampai terjadi pemadaman,” tegas Astawa.
Untuk sistem besar seperti Jawa-Bali ini minimal acuannya yang 30 persen itu. Dikatakan pada tahun 2019 nanti, posisinya sudah di bawah 30 persen dan tahun 2020-2021 diprediksi akan defisit seperti pada tahun 2014-2015 lalu dimana saat itu terjadi pemadaman ketika ada pemeliharaan. Untuk itu pihaknya perlu masukan-masukan untuk pengembangan ke depannya. Astawa mencontohkan kalau pengembangan Pulau Serangan dilaksanakan maka akan memerlukan pasokan listrik sampai 100 mega lebih. “Jadi kita perlu masukan kira-kira ke depan akan ada pembangunan apa lagi, ini penting untuk persediaan listriknya,” jelasnya.
Berdasarkan proyeksi kebutuhan di masa mendatang tersebut, maka PLN mengambil terobosan dengan menambah kapasitas transfer dari Jawa ke Bali melalui saluran 500 kv. “Saat ini studi di PLN yang paling murah dan memungkinkan adalah melalui tower saluran udara yang disebut Jawa Bali Crossing (JBC) dengan menambah kapasitas transfer dari Jawa ke Bali sebesar 500 kv,” jelasnya.
Namun proyek bernilai 400 juta dolar tersebut masih belum bisa berjalan sesuai rencana karena terjadinya penolakan di lapangan. Menurut Astawa kalau memang dari sisi kearifan, dari sisi kepercayaan orang Bali tak memungkinkan dan tak bisa digeser (tower) atau dari sisi ketinggian harus diturunkan pihaknya bisa melakukan studi, apa harus diturunkan termasuk dimana posisi yang memungkinkan. Namun dia mengingatkan kalau cara tersebut juga tak diizinkan maka PLN terpaksa akan tetap melakukan pengembangan dengan pertimbangan dari sisi studi lebih murah seperti membangun kabel bawah laut. Dikatakan
melalui transfer listrik ke Bali ini sebenarnya sistem Bali akan kuat. Karena dulunya Bali bersandar dengan Jawa melalui saluran 150 kv, tapi sekarang Jawa dengan Bali akan bersatu melalui saluran 500 kv yang lebih besar. Sehingga ketika ada goncangan apapun di Bali akan terserap oleh sistem 500 kv ini. “Ibarat pipa kalau sekarang diameternya 150, maka nantinya akan jadi lebih besar yakni 500,” ujarnya. Dan kalau rencana ini bisa terwujud maka listrik di Bali akan cukup sampai 2026-2027. (bas)