Tari Naga Api Tai Hang Meriahkan Festival Kebudayaan Hong Kong
(Baliekbis.com), Tai Hang dahulu hanyalah sebuah perkampungan masyarakat Cina Hakka, yang kebanyakan mencari nafkah sebagai petani atau nelayan. Pada akhir abad ke-19, sebuah wabah penyakit yang mematikan menyerang perkampungan ini dan mengambil nyawa banyak penduduk desa. Menurut cerita rakyat yang beredar, Buddha berkata kepada ketua adat desa untuk melakukan Tari Naga Api (Fire Dragon Dance) dan membakar petasan untuk menghentikan wabah tersebut. Nasehat tersebut diikuti dan zat belerang dari petasan serta hio yang dibakar terbukti ampuh menghentikan wabah penyakit. Tradisi ini kemudian bertumbuh menjadi acara sembahyang untuk memohon kesehatan dan kemakmuran bagi penduduk desa yang dilakukan setiap tahun. Pada tahun ini, acara akan diselenggarakan dari tanggal 3 — 6 Oktober.
Dengan posisi menghadap ke depan dan tangan terjulur lurus, Chan Tak-fai mencoba memperagakan gerakan-gerakan Tari Naga Api kepada sekelompok “Tai-Hangers” di sebuah lahan parkir kendaraan. Pria berusia 70 tahun ini sangat bersemangat mengajari setiap gerakan dan langkah tarian secara mendetail, dengan harapan agar para peserta yang umumnya berusia muda dapat mengingat setiap langkah tersebut, sebab kelangsungan tradisi Hong Kong ini berada di pundak mereka. “Mereka yang menghabiskan masa kecil di Tai Hang pasti mengetahui bahwa partisipasi dalam Tari Naga Api adalah suatu kehormatan besar,” ujar Chan. “Jika Anda belum pernah ikut serta dalam tradisi ini, Anda bukanlah seorang Tai-Hanger yang sejati.” Chan sangat antusias dalam melestarikan tarian tradisional ini. Sejak tahun 1880, tradisi unik ini telah berlangsung berkat kerja keras para penduduk Tai Hang. Festival ini telah menjadi salah satu atraksi utama dalam Warisan Budaya Hong Kong dan bahkan terdaftar sebagai budaya nasional pada tahun 2011.
Hari ini, Tai Hang bukan lagi sebuah perkampungan penduduk. Tai Hang telah bertransformasi menjadi sebuah kawasan modern, dengan berbagai restoran kekinian serta apartemen mewah. Sebagian besar penduduk aslinya telah pergi meninggalkan Tai Hang. Walau demikian, tradisi Tari Naga Api tetap hidup dan banyak penduduk asli kampung Tai Hang datang kembali pada hari spesial ini untuk ikut serta dalam tradisi tersebut atau sekadar menyaksikan keindahan tarian. Salah satunya adalah Alan Fok Chun-fung, 21 tahun. Saat masih anak-anak, Alan sangat terpukau dengan keindahan “ular naga” sepanjang 220 kaki yang terbuat dari bambu, jerami dan batang hio. Ular naga tersebut mampu menjadikan jalan-jalan sekitar kampung Tai Hang menjadi terang benderang. “Saya tinggal di lantai atas, jadi saya bisa melihat dengan leluasa Tari Naga Api,” ujar Fok, sembari mengenang masa kecilnya di Wun Sha Street, salah satu lokasi diselenggarakannya tarian.
“Saya sangat terkesima dengan keindahan dan gerakan Naga Api. Ibu saya bahkan menyarankan agar saya turut ambil bagian.” Fok ambil bagian dalam tarian tersebut untuk pertama kalinya saat berumur 14 tahun. Semangat para generasi muda ternyata sangat menyentuh Pang Man-kan, seorang bapak berusia 81 tahun yang telah ambil bagian dalam tradisi ini sejak masih remaja dan saat ini berperan sebagai konsultan setelah pensiun. “Saya senang sekali melihat banyaknya orang muda yang turut ambil bagian. Bahkan orang-orang asing yang tinggal di sini juga ikut serta dan kami menyambut mereka dengan tangan terbuka,” ujar Pang. Mengendalikan Naga Api bukan hal yang mudah. Naga itu sendiri atas 32 bagian dengan berat lebih kurang 100 kilogram — bagian kepala memiliki berat 48 kilogram. Namun berat tersebut tidak lantas mematikan semangat Fok. Walaupun para orang-orang tua sangat perduli akan kelestarian tradisi ini, para generasi muda memiliki sudut pandang yang berbeda. “Sejarah dan tradisi memang penting, namun bagi kami yang paling penting adalah rasa menjadi bagian dari komunitas ini,” ujar Fok. (ist)