Tembang Girang Widya Sabha Pukau Pengunjung PKB ke 40
(Baliekbis.com), Pertunjukan Tembang Girang Widya Sabha Kecamatan Denpasar Timur Duta Kota Denpasar menghibur pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 40 di Kalangan Ratna Kanda Kamis (5/7). Pertunjukan yang mengambil judul Paroman itu berhasil memukau pengunjung PKB, tampilan yang apik dan mengandung arti yang mendalam menjadikan penampilan duta Denpasar ini sangat istimewa. Lantara dalam pertunjukan tembang yang tampilkan adalah berbagai pupuh seperti pupuh pangkur, dangdang, sinom, durma, semarandhana ginanti, dan gending sang hyang. Pembina I Gede Anom Ranuara mengatakan, Tembang Girang mengambil judul Pahoman di pentaskan dalam ajang PKB tahun ini karena budaya berkembang seiring dengan berkembangnya pola berpikir dan pengetahuan manusia sebagai pembuat dan pelaku budaya itu. Ketika jaman memasuki jaman global pola berpikir lebih mengarah pada individu dan ekonomi sebagai ukuran kesejahteraan.
Pemenuhan kepuasan fisik menjadi tujuan yang jelas akan mengurangi nilai-nilai spiritual yang termuat dalam sastra-sastra agama. Sehingga dalam Pahoman tembang girang ini menceritakan tentang Prapen, yang berasal dari kata perapian, ada tiga unsur utama dalam prapen yaitu air, api dan angin. Pemuputan adalah sumber udara yang menentukan hidup matinya api yang ada di prapen, paon adalah intinya yaitu tempatnya api dan bahan-bahan dipanaskan kemudian dilanjutkan dengan penempaan dan yang terakhir adalah penyepuhan yang isinya adalah air yang membuat ketajaman itu terjadi. Ketiga unsur itu sebagai simbol Dewa Trimurti (Iswara, Brahma dan Wisnu). Iswara dalam bentuk penglampusan atau pemuputan sebagai roh atau jiwa di prapen dilihat dari kata dasar lampus atau puput yang berarti mati. Dalam pengoprasiannya membutuhkan konsentrasi dan pranayama untuk menjaga keseimbangan udara kanan dan kiri yang menjaga tingkat kepanasan bara api yang membutuhkan. Disesuaikan dengan tekstur besi agar bisa mentah ditempa sesuai karya yang diinginkan.
Dalam filosofi Prapen sebagai Pahoman tempat menempa dan memproses sebuah karya cipta yang perlu mendapatkan penyikapan yang khusus dan mendalam agar spirit karya tidak hilang. ‘’Meskipun pertunjukan terlihat gampang namun sebagai pembina saya sedikit mengalami kesulitan khususnya di dalam membelah tema sehingga pertunjukan ini mengandung nilai moralitas dan edukasi,’’ ujarnya Anom Ranuara. Sementara itu salah satu juri I Gusti Made Agus Susana mengatakan, untuk memenangkan lomba taman girang ini itu peserta harus memenuhi kriteria umum dan kriteria penilaian. Dalam kriteria umum yang dinilai adalah setiap kabupaten/kota harus mengirim satu grub taman girang. Dengan 7 orang penyaji dan penabuh 15 orang. Untuk penyaji 3 orang bertindak sebagai penembang, 3 orang sebagai peneges dan satu orang sebagai moderator.
Selain itu yang dinilai adalah busana adat tradisonal serta umur minimal 17 tahun dan maksimal 25 tahun. Pupuh yang wajib ditembangkan adalah Pupuh Sinom, pangkur, Durma, dan Dangdang dan pilihannya boleh Ginada, Dinadi maupun semandana . dengan durasi pementasan minimal 75 menit maksimal 90 menit. Sedangkan untuk kriteria penilaian yang dinilai adalah suara penembang, wewiletan guru dingdong, raras dan ekspresi. Penerjemah yang nilai adalah arti sejati dan untuk iringan yang dinilai adalah tabuhan pembukaan dan tabuh penutup dan tiga tabuh iringan. Selain itu penilaian juga ditentukan permainan karakter atau dialognya. (ayu)