Temu Kader FSP PAR-SPSI se Badung, Satyawira Marhaendra: Pengurus dan Anggota Serikat Pekerja Dilindungi UU
(Baliekbis.com), Pekerja diminta tak perlu khawatir menjadi pengurus maupun anggota serikat pekerja (SP) di lingkungan kerjanya. Sebab mereka dilindungi undang-undang.
“Pekerja dilindungi UU No.21 Tahun 2000 tentang Jaminan kebebasan buruh berserikat di negeri ini. Jadi kalau ada pihak yang sampai menghalangi menjadi pengurus atau anggota SP jelas sanksinya,” ujar Ketua SP PAR-SPSI Badung Putu Satyawira Marhaendra saat acara Temu Kader FSP PAR-SPSI se Badung dan Kerja Bakti di gedung SPSI Provinsi Bali, Jalan Gurita I No.6 Densel, Minggu (29/9/2019) sore.
Penegasan tersebut selalu disampaikan Satyawira dalam setiap temu kader ataupun diklat mengingat masih banyak pekerja yang belum mengetahui keberadaan SP yang dilindungi UU.
Temu kader kali ini berlangsung penuh semangat. Selain diikuti sekitar 150 kader yang semuanya belum pernah hadir di Kantor SPSI Bali ini, juga diisi dengan aneka kuis (berhadiah) yang pertanyaannya masih terkait dengan SP.
Acara yang juga dirangkai dengan bersih-beraih lingkungan itu, diisi dengan pembacaan Ikrar FSP PAR SPSI, menyanyikan Mars SPSI, Mars SP PAR dan Yel-Yel SP PAR oleh semua peserta yang hadir. Juga dikenalkan jersey SP dengan warna magic purple di mana pada baju tertera lambang dan nama setiap pekerja.
Satyawira mengatakan perjuangan hingga lahirnya SP ini tidak ringan, bahkan sampai memakan korban (Marsinah). Karena itu setelah diakui keberadaan serikat pekerja sesuai UU 21/2000 maka diharapkan semua pihak mendukung keberadaan wadah ini. “Sanksi bagi yang menghalangi bisa dipidana 1 tahun hingga 5 tahun atau denda Rp100 juta sampai Rp500 juta,” ujar Satyawira yang juga Ketua FSP PAR-SPSI Bali ini.
Di sisi lain, Satyawira mengatakan temu kader ini dilaksanakan agar sesama pekerja bisa saling kenal. Sebab anggota SP PAR ini sangat banyak, puluhan ribu jumlahnya dan mereka tersebar di berbagai industri pariwisata di seluruh Bali.
Pada kesempatan itu juga dijelaskan pentingnya kepemilikan kartu anggota (KTA) bagi setiap anggota SP. Ini juga bertujuan agar SP bisa membantu ketika anggotanya mengalami masalah di lingkungan tempat kerjanya.
Terkait masih belum kompaknya pekerja masuk SP diakui Satyawira karena minimnya pemahaman dan ada pula anggapan sempit bahwa standar upah pekerja tidak ada kaitan dengan SP. “Padahal kalau tidak ada persetujuan SP PAR, standar upah tak bisa disahkan Gubernur,” tegas Satyawira seraya menambahkan saat ini ada sekitar 70 ribuan pekerja yang belum bergabung di serikat pekerja. (bas)