Terkait Demo, Kemenhub: Musyawarah Lebih Baik Daripada Bertindak Anarkis
(Baliekbis.com), Demo anarkis yang dilakukan mitra driver Gojek di Semarang mendapat tanggapan dari Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani. Dia menyebut pelaku aksi dengan merusak fasilitas dan mengganggu ketertiban umum harus ditahan.
“Aksi boleh, tapi jangan anarkislah. Kalau anarkis tahan aja. Boleh menyampaikan pendapat tapi jangan anarkis, kalau anarkis ya dihukum. Malah sebelum anarkis dilakukan mesti dicegah. Kalau sudah anarkis ya tugasnya kepolisian lagi,” katanya, Jumat (9/8/2019).
Menurut A. Yani, mengemukakan pendapat tidak dilarang. Hanya saja, bisa dengan cara-cara lain seperti bermusyawarah, “Untuk persoalan bonus dari aplikator, sebetulnya bisa dimusyawarahkan. Misalnya bertemu dengan manajemen, itukan sudah masuk dalam kategori bisnis to bisnis antara aplikator dan driver,” sebutnya.
Namun, A. Yani menyampaikan ia tak ingin salah satu dari dua aplikator transportasi online di Indonesia ini hilang. Sebab, kehadiran aplikator telah membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat.
“Saya takutnya begitu. Saya nggak mau di antara dua aplikator ini salah satunya hilang. Karena kalau salah satu hilang itu juga akan susah. Cenderung nanti ujungnya monopoli. Jadi kita harus jaga semua. Pemerintah itu posisinya di tengah. Bagaimana driver bisa hidup dengan layak, aplikator bisa konsisten nggak mati usahanya, kemudian masyarakat sebagai pengguna bisa tetap mmenggunakan angkutan online dengan harga terjangkau,” jelas A Yani.
Menyinggung soal tarif yang menjadi tuntutan driver, A. Yani mengatakan pemerintah bertugas mengawasi apakah tarif yang ada pada aplikator sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam Peraturan Menteri (PM) 118/2018, pemerintah telah mengatur tarif batas atas dan batas bawah taksi online.
Untuk tarif batas bawah ada pada harga Rp3.500 per kilometer, sedangkan tarif batas atas di harga Rp6.500 per kilo meternya. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan persaingan harga yang sehat antara taksi online dan taksi konvensional.
“Kalau kami hanyalah mengurusi apakah tarif yang ada itu sesuai dengan tarif yang ditentukan pemerintah atau tidak. Di antara tarif itu silakan aplikator bermain di situ. Kalau memang sekarang tarifnya berlaku di bawah, bisa saja temen-temen aplikator menaikkan sampai dengan batas di antara itu,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Mitra Driver Jabodetabek Iva Bambang juga memprotes skema baru yang diberlakukan Gojek. Hanya saja, Ipah dan driver di Jabodetabek memilih mediasi dan aksi damai. Aksi damai dan mediasi yang dilakukan Iva Bambang menemukan titik temu karena penyampaian aspirasi yang tepat. Sehingga pihak aplikator juga dapat menerima dan mempertimbangkan solusi baik untuk mitranya.
“Sebelum aksi damai hari ini (8/8), empat hari sebelumnya kami sudah lakukan mediasi dateng ke kantor Gojek. Saya juga menghubungi perwakilan Gojek untuk mempertanyakan skema yang menurut kami tidak manusiawi. Tapi karena empat hari belum ada jawaban, saya hubungi lagi perwakilan Gojek bahwa saya dan temen-temen driver akan parkir ke Kantor Gojek. Jadi saya bilangnya akan parkir di sana sebagai cara kami menyampaikan pendapat ke Gojek. Karena kan mitra ya,” jelasnya.
Diceritakan Iva Bambang, sebelum melakukan aksi damai dengan parkir kendaraan di Kantor Gojek, Iva sudah melayangkan surat ke pihak Gojek. Ipah juga mengaku telah memberitahu kembali perwakilan Gojek tentang aksi parkirnya tersebut.
Dalam aksi tersebut, Gojek menerima 10 perwakilan untuk berdiskusi di dalam bersama pihak Gojek. Diakui Iva, Gojek memberikan titik temu untuk disepakati. “Jadi tawaran dari Gojek, skema diturunkan di 21 dan bonus juga turun menjadi Rp260 ribu dari bonus Rp400 ribu. Karena saya di sini hanya perwakilan, saya minta pak Michael Say yang menerima kami untuk menyampaikan langsung ke temen-temen yang parkir di luar,” ungkapnya. (eri)