Truedy Duality: Moksartham Jagadhita
(Baliekbis.com), Bicara tembang terbaru Truedy Duality, dari judulnya saja sudah ngerik: A Mad Deus Most Art. Kemudian, jika ada kemiripan fonem dengan sang komposer tenar muktahar, memang terinspirasi dari situ.
Menurut pandangan ganda campuran Truedy Duality, Wolfgang Amadeus Mozart, lewat ekspresi musikalnya yang vulgar, moncer terpancar semangat punk rock. Klop dengan pendekatan artistik di diri Truedy dan Kiki. Maka itu mereka berdua menamai lagunya lalu menerbitkan video lirik berkonstruksi bunyi senada: “A Mad Deus Most Art”.
Secara individual, Truedy bisa dibilang lumayan masyhur di kancah musik muda lokal juga nasional. Ia telah merilis beberapa karya yang mendapat apresiasi baik dari publik. Pun Kiki, cukup lama lintang pukang di skena setempat serta pamornya pernah cukup melambung di grup kini-bubar Zat Kimia. Namun kolaborasi dengan Pohon Tua bagi keduanya malah oh-bersejarah. Bakat masing-masing yang sudah bernas, ketajamannya menjadi makin terarah dan kian trengginas. Bukan malah tumpang tindih, tapi saling menguatkan. Batman ditemani Robin. Arad didampingi Maya.
Truedy yang memiliki sisi liar namun kerap sedikit terkungkung dan Kiki yang sejatinya pemberontak tapi sering harus agak menahan diri, di zona kreasi Pohon Tua Creatorium dihadiahi visa bebas merdeka.
Silakan salto-koprol-kayang dalam berkarya. Bukan PSBB (Pembatasan Seni Berskala Besar) tapi PKM (Pembatasan Kesenian Mandiri).
Truedy Duality tercengang-girang sekaligus tertantang. “Kemampuan Mas Dang membuat kami lebih yakin dan ekspresif saat menulis lagu dan saat rekaman di studio, untuk menantang kemampuan kami lebih jauh lagi.” Ungkapnya.
Bayangkan Tori Amos bersulang negroni dengan Amanda Palmer lalu Karen O ikut mencicipi sedikit. Baroque pop tenang mendebarkan melaju menuju art punk yang jalang namun tetap estetik.
Ibaratnya semacam Moksartham Jagadhita: segala dharma mencekam Mozart bertujuan untuk mencapai kebahagiaan art punk dan kerohanian Dresden Dolls. (ist)
Yeah. Yeah. Yeahs.