Widiada: Pengurugan TPA Suwung Jangan Hanya Untuk IMF
(Baliekbis.com ), Rencana pemerintah pusat untuk mengurug timbunan sampah di TPA Suwung diminta jangan semata karena ada pertemuan IMF dan World Bank yang melibatkan 199 negara dengan 15 ribu peserta di Nusa Dua, 2018 mendatang. “Kami sudah puluhan tahun menderita karena droping sampah dari Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Lokasi itu bukan lagi menjadi tempat pengolahan sampah tapi pembuangan karena sampah dibuang begitu saja,” ujar Klian Adat Pesanggaran I Wayan Widiada, S.H., M.H. saat ditemui di rumahnya tak jauh dari TPA, Kamis (28/9).
Widana mengaku kesal karena sampah di TPA terkesan dibiarkan begitu saja. Sebab yang paling kena dampaknya adalah masyarakat sekitar yang berjumlah sekitar 3 ribu jiwa di dua banjar yakni Pesanggaran dan Suwung Batan Kendal Kauh. Selain bau busuk dan debu, kawasan strategis itu juga terkena polusi air. “Air sumur penduduk tercemar, sementara tak ada sarana PDAM di sini. Kami terpaksa beli air dengan harga mahal untuk kebutuhan sehari-hari,” tegas Widiada. Untuk itu adanya rencana mengurug lahan TPA itu diminta bisa bersifat jangka panjang. “Jangan baru ada sidang IMF lahan itu ditata. Penataan kawasan itu harus untuk Bali dan kemanusiaaan. Kami inginkan kawasan itu hijau kembali seperti sebelumnya kawasan hutan,” tegasnya. Saat ini kawasan tersebut jadi gersang. Kalau musim hujan timbul bau dan di musim kemarau serta debu. Apalagi menurut Widiada, TPA itu sering terbakar sehingga mengotori lingkungan.
Dikatakan awalnya warga menerima kawasan hutan bakau seluas 32 hektar itu disulap jadi TPA untuk sampah Kota Denpasar. Saat itu sampah tak begitu banyak. Namun dalam perkembangannya menyusul masuknya investor (PT NOEI) mulai muncul masalah baru sebab sampah yang datang sangat banyak. Sampah tak lagi dari Denpasar tapi juga kabupaten lain (Sarbagita). Namun warga masih bisa tenang karena saat itu ada pengolahan sampah dari investor. Beberapa tahun terakhir investor tersebut sudah tak beroperasi lagi. Maka otomatis sampah yang masuk dibuang begitu saja, ini yang membuat warga cemas. “Jadi TPA yang semula adalah Tempat Pengolahan Sampah, kini hanya untuk Tempat Pembuangan Sampah. Tak ada pengolahan lagi,”ujar Widiada. Akibatnya sampah semakin tak tertangani. “Warga sempat protes dan kami sempat mau demo untuk menutup kawasan itu,” ujar Widiada. Menurutnya rencana pengurugan timbunan sampah seluas 20 hektar tersebut kalau tak ada penanganan lanjutan takkan memecahkan masalah sampah di Suwung. Sebab setiap harinya ribuan ton sampah baru masuk di kawasan itu dan ini hanya ditampung di sisa lahan seluas 10 hektar. ”Harus ada teknologi untuk pengolahan di sana, kalau tidak lahan itu akan penuh dan jadi timbunan lagi. Kalau memang tak bisa sebaiknya dicarikan tempat lain,” tegasnya. (bas)