Wisnuardhana: Ketersediaan Tenaga Kerja Hambat Pengembangan Usaha Tani di Bali
(Baliekbis.com),Usaha tani sering mengalami kendala keterbatasan tenaga kerja seperti pada saat pengolahan tanah dan penanaman. Kondisi seperti ini dapat mengganggu pencapaian target produksi.
“Menyikapi hal ini, untuk kelancaran kegiatan usaha tani baik pra maupun pasca panen, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Mekanisasi Pertanian, dimana secara bertahap mengembangkan jumlah dan jenis kepemilikan alsintan di tingkat kelompok tani melalui bantuan hibah. Demikian disampaikan Kadis Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Bali Ir. IB Wisnuardhana saat acara Bimtek Alsintan Pra Panen bagi petani di Bali, Selasa (9/7/2019) hingga 10 Juli 2019 di Denpasar.
Dikatakan, program pembangunan pertanian pada intinya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya usaha pertanian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani.
Langkah strategis jangka pendek yang ditempuh pemerintah adalah memantapkan swasembada pangan berkelanjutan dengan menempatkan komoditas prioritas yang diusahakan secara intensif, yaitu padi, jagung, kedelai, bawang dan cabai.
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran produksi padi di Bali tahun 2019 sebesar 842.123 ton, di samping diperlukan sarana produksi yang memadai juga dukungan alsintan (alat mesin pertanian) yang dibutuhkan di lapangan.
Dalam enam tahun terakhir (tahun 2014 s/d 2019) bantuan alsintan pra dan pasca panen yang tercatat di Provinsi Bali cukup banyak di antaranya traktor roda-2 sebanyak 2.303 unit, traktor roda-4 sebanyak 34 unit, rice transplanter 150 unit, cultivator untuk penggembur tanah 224 unit, pompa air 883 unit, hand sprayer 1.170 unit, combine harvester 140 unit dan power threser 379 unit.
Apabila dikaitkan kapasitas alsintan terutama traktor roda-2 seluas 40 ha/tahun, maka dari sasaran luas tanam padi tahun 2018 151.351 ha maka jumlah traktor roda-2 yang diperlukan + 3.780 unit. “Jadi dengan jumlah traktor yang saya sebutkan tadi baru dapat memenuhi 60 % dari luas lahan yang ditanami padi dan perlu dilakukan penambahan jumlah traktor,” ujar Wisnuardhana.
Namun diingatkan, pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan secara serempak karena pengairan di kelompok tani/subak dilakukan secara bergiliran. Sehingga dengan jumlah traktor yang ada saat ini serta yang dimiliki oleh petani perorangan secara swadaya yang tidak terdata secara keseluruhan, jumlahnya diperkirakan cukup banyak sehingga dapat memenuhi kebutuhan traktor di lapangan.
Selain traktor, jumlah rice transplanter dan cultivator juga masih sedikit, sehingga perlu dipacu pengembangannya karena sudah mulai diminati oleh petani.
Kondisi yang terjadi di samping spesifikasi alsintan yang tidak sesuai di lapangan, juga terkendala jumlah dan kualitas SDM operatornya karena rendahnya pengetahuan dan keterampilan operator dalam memberikan pelayanan jasa alsintan.
Sehingga mengakibatkan tertundanya pengolahan tanah, penanaman dan pola tanam menjadi terganggu. Oleh karena itu pelaksanaan bimtek seperti ini sangat penting sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia operator alsintan.
Wisnuardhana menegaskanPada kesempatan pula pengelolaan alsintan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri pertanian R.I Nomor 25/Permentan/PL.130/5/2008, agar dilakukan oleh kelembagaan usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA).
Dimana dalam mengelola alsintan berorientasi bisnis dan berjiwa wirausaha. Sehingga alsintan yang dikelola menjadi efektif dan ekonomis dan dirasakan manfaatnya oleh petani terutama yang tergabung dalam kelompok UPJA yang saat ini 189 kelompok. (dwi)